• Home
  • Article
  • News
  • Review
  • Tips
facebook twitter instagram pinterest bloglovin Email

Tekno Dab

Saat ini sudah jarang brand-brand android yang mengeluarkan lini tablet. Kalau saya perhatikan, bisa dibilang hanya ada dua brand yang masih cukup rajin mengeluarkan lini tablet dan menurut saya masih layak untuk dipertimbangkan, keduanya yaitu Samsung dan Xiaomi. Pada kesempatan kali ini saya akan mereview lini tablet terbaru dari Xiaomi, yaitu Xiaomi Mi Pad 4. Tablet dengan layar 8 inch, processor Snapdragon 660, RAM 4 GB dan internal storage 64GB ini dijual dikisaran 3 sampai dengan 3,2 juta untuk yang versi LTE di beberapa marketplace atau onlineshop. Sementara yang versi wifi only biasanya dijual lebih murah. Ohya, sebagai informasi saja, Mi Pad 4 ini belum (mungkin tidak) dijual resmi di Indonesia ya. Jadi yang akan kita temui di beberapa marketplace kebanyakan bergaransi distributor.

Unit yang akan saya review kali ini adalah Mi Pad 4 versi LTE bergaransi distributor. Kesan saya ketika pertama kali menggunakan tablet ini adalah RIBET, terlebih lagi unit yang saya dapatkan ini menggunakan ROM MIUI abal-abal. Bagaimana ribetnya? Sudah saya jelaskan di dua postingan saya sebelumnya (di sini dan di sini). Namun, apabila mengesampingkan keribetan di awal pemakaian, menurut saya Mi Pad 4 ini adalah sebuat tablet yang VALUE DEAL banget. 

Kita mulai dari desainnya terlebih dahulu, desain dari Mi Pad 4 ini menurut saya cukup cantik dan clean, membawa layar 8 inch dengan bezel yang tidak terlalu tebal dan sudut-sudut layar yang melengkung membuatnya terlihat kekinian. Bahan backcover-nya terbuat dari bahan metal dengan sedikit bagian yang terbuat dari policarbonate di bagian atas yang berfungsi sebagai antena. Desainnya juga terlihat bersih karena Xiaomi hanya menyematkan logo Mi di bagian belakang dengan ukuran yang cukup kecil.


Tak hanya rupawan casing luarnya saja, "jeroan" Mi Pad 4 ini juga menawan. Dan saya rasa Mi Pad 4 ini merupakan tablet Android dengan spesifikasi terbaik di range harganya. Bagaimana tidak, tablet yang dibanderol tiga jutaan (versi LTE) ini membawa processor Snapdragon 660, GPU Adreno 512, RAM 4GB dan penyimpanan internal 64GB. Dengan spesifikasi yang dibawanya, Mi Pad 4 memperoleh skor Antutu yang cukup besar, yaitu di angka 135.857. Performanya cukup gegas, untuk eperluan buka tutup aplikasi hampir tidak ada lag sama sekali. Kalo cuma untuk keperluan buka-buka social media, nonton video di youtube, atau pekerjaan-pekerjaan ringan seperti office mah pokoke MANTEP tenan lah. Kalo performa gamingnya gimana?
  
  
Untuk performa gaming sih menurut saya masih di atas rata-rata lah untuk standar midrange. Untuk game PUBG, setting maksimal yang didapat adalah Graphic "HD" dan Frame Rate "High". Di setting tersebut, game bisa dimainkan tanpa ada penurunan frame rate (ini yang saya rasakan ya). Untuk game Honkai Impact 3, bisa saja di setting rata kanan semua, namun akan ada beberapa kali frame drop saat dimainkan. Yang menurut saya paling nyaman sih, berkompromi dengan graphicnya, jadi setting video yang dipakai adalah "Mid", FPS tetap 60fps dan setting lainnya tetap ON dan centang. Memang sih grafiknya nggak halus, namun permainan mulus tanpa frame drop. Di game sejuta umat Mobile Legend, setting rata kanan mulus tanpa lag. Di game Contra dan Pro Evolution Soccer juga mulus tanpa lag saat dimainkan. Hanya saja pas main Contra, grafisnya agak stretching vertikal. Mungkin karena rasio layar Mi Pad 4 yang 16:10 dan memang faktor gamenya juga yang gak bisa menyesuaikan atau belum support rasio tersebut. Untuk performa game lebih jelas, bisa tonton video di youtube Tekno Dab.

User Interface yang dibawa Mi Pad ini ya khasnya Xiaomi, apalagi kalo bukan MIUI. Dan menurut saya MIUI ini bagus kok, user interface ke 4 terbaik dari list saya setelah Oxygen OS, Stock Android, dan One UI. Apalagi di MIUI 10 ini sekarang tampilannya lebih clean dan fresh, serta pengoperasiannya yang cukup memudahkan. Hanya saja setting di MIUI ini masih terlalu membingungkan buat saya, masih terlalu banyak kategori dan tidak adanya fitur search di setting membuat saya sedikit kebingungan ketika mencari setting yang diinginkan. Semoga ke depannya ada fitur search di bagian setting untuk memudahkan pencarian settingan. Atau sebenarnya fitur itu ada, hanya saja saya yang gak bisa menemukannya. Ohya, MIUI 10 di Mi Pad 4 ini masih berbasis Android Oreo 8.1.0, belum Android 9.0 Pie.
    
Sensor yang dibawa Mi Pad 4 ini tergolong cukup lengkap untuk ukuran tablet, hanya minus Proximity Sensor, Pressure Sensor dan Temperature sensor. Sensor sidik jari juga absen di Mi Pad 4 ini, sebagai penggantinya Xiaomi menyematkan fitur face unlock untuk memudahkan masuk ke perangkat tanpa perlu memasukkan pin ataupun pattern. Fitur face unlocknya juga bekerja dengan baik di kondisi cahaya cukup maupun minim. Melenceng dari sensor, saya ingin sedikit info tentang speakernya, Mi Pad 4 ini membawa speaker stereo yang menurut saya suaranya lumayan bagus untuk ukuran tablet murah, namun sayangnya kedua speakernya ini diletakkan di bagian bawah semuanya. Jadi efek stereonya jadi agak gimana gitu, kayak ada yang kurang.
  
Masuk ke sektor baterai, baterai yang dibawa oleh Mi Pad 4 tergolong besar untuk tablet ukuran 8 inch dengan banderol harga 3 jutaan, yaitu 6000mAh. Baterai tersebut sudah cukup badak untuk memenuhi kegiatan entertainment ataupun pekerjaan ringan seharian. Saya coba tes baterai dari Mi Pad 4 ini menggunakan PC Mark dan hasilnya Mi Pad 4 ini tembus 11 jam 24 menit. Ya sesuailah dengan ukuran baterainya. Sementara waktu pengisian daya baterai 6000mAh-nya ini cukup lama karena tidak support quick charge, hanya fast charge 10watt saja. Jadi, biasanya saya kalo ngecas malam hari pas mau ditinggal tidur. 

Kameranya gimana? Kalo buat saya sih, kamera di tablet itu gak terlalu penting sih, paling buat keperluan video call aja kalo saya. Kalo yang ingin tau kualitas kameranya seperti apa, bisa mampir ke sini untuk ngecek sendiri kualitasnya.  Di album itu sudah saya share hasil foto dan video menggunakan kamera dari Mi Pad 4 ini.

Nah, MUANTEP to ini Mi Pad 4 nya? Lha terus kekurangannya apa dong? Agak susah sih memang nyari kurangnya di tablet ini, kalo cuman mau nyari-nyari sih buanyak. Tapi dengan harga segitu dibandingkan dengan spesifikasi yang diberikan, akan banyak "maklum maklum" yang bermunculan. Ya maklumin aja, wong udah dikasih murah kok masih minta lebih. Tapi menurut saya, setidaknya ada 3 kekurangan yang menjadi deal breaker untuk memilih tablet ini (khususnya yang versi LTE). Pertama, keribetan di awal pemakaian, apalagi kalau dapat yang ROMnya abal-abal. Kedua, belum atau tidak ada ROM versi globalnya, dan ini juga relate ke kekurangan yang pertama. Ketiga, yang versi LTE ini networknya hanya LTE saja, gak bisa buat nelpon atau sekedar ngecek pulsa, jadi mendingan ambil yang Wi-fi only saja kalo menurut saya.

Kesimpulannya? Kalau menurut saya, bagi yang mencari tablet android yang bukan hanya untuk keperluan multimedia atau main sosmed saja, tapi untuk memenuhi hasrat ngegame juga, Mi Pad 4 ini sepertinya cocok untuk Anda. Tapi Anda harus melewati fase-fase ruwet dan ribet dulu ya sebelum menikmati kenyamanan menggunakan tablet ini. Ya mosok udah dikasih murah masih minta gampang, usaha dikit lah, haha. Tapi perlu diingat juga kalo device ini tidak resmi masuk ke Indonesia ya, jadi saya juga tidak menyarankan untuk membeli Mi Pad 4 ini. Kalo temen-temen mau beli ya monggo saja, gak ada yang larang juga, wong duit juga duit situ bukan duit saya ini. Beli atau tidak? Tentukan pilihan Anda.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Setelah selesai install ROM China dan Google Installer di Xiaomi Mi Pad 4, ternyata masih ada beberapa permasalahan yang masih harus dibereskan (ribet amat yak ini Mi Pad 4). Tercatat (setidaknya di Mi Pad 4 saya) ada 3 permasalahan yang muncul, yaitu :

  1. Tidak bisa install aplikasi yang berukuran besar dari Google Play Store. Saya tidak tahu tresshold-nya berapa, tapi yang saya alami kemarin itu waktu mau install PUBG dari Play Store. Kuota 3GB terbuang sia-sia, sudah selesai download namun gagal pas diinstall. Setelah penyelidikan kecil-kecilan, sepertinya yang gagal download ini adalah aplikasi-aplikasi yang saat diinstal membutuhkan akses untuk menulis file di Internal Storage.
  2. Kontak dari Google tidak mau tersinkronisasi dan tidak muncul di menu sinkronisasi akun Google.
  3. Event-event di kalender dari Google tidak mau tersinkronisasi dan tidak muncul di menu sinkronisasi akun Google.
Nah, untuk mengatasi ketiga permasalahan tersebut, saya harus ke mbah google dulu buat nyari solusi permasalahan-permasalahan tersebut, semua permasalahan tersebut ada di forum en.miui.com, namun masih terpisah-pisah untuk tiap permasalahan dan masih dalam bentuk thread. Saya di sini mencoba membuat tutorial untuk mengatasi ketiga permasalahan tersebut yang terinspirasi dari thread-thread di forum tersebut. Tutorial yang saya share di sini adalah yang sudah saya lakukan di Mi Pad 4 saya dan alhamdulillah berhasil. Akan ada kemungkinan problem di Mi Pad 4 temen-temen sedikit berbeda akar permasalahannya dan membutuhkan penanganan yang berbeda juga. Saya buat tutorial ini dalam bentuk gambar. Yuk langsung saja.

1. Tidak bisa install aplikasi berukuran besar dari Google Play Store





2. Kontak dari Google tidak mau tersinkronisasi






3. Kalender dari Google tidak mau tersinkronisasi





Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Mungkin teman-teman ada yang beli Mi Pad 4 garansi distributor dan mendapatkan ROM yang terinstall di Mi Padnya adalah ROM abal-abal. Bagaimana cara ngeceknya? Beberapa yang saya alami adalah menu MUI version di setting tidak bereaksi sama sekali ketika di tap yang seharusnya ketika di tap akan memunculkan versi MIUI device kita dan akan mengecek ada update terbaru atau tidak. Yang kedua, ketika login ke akun Google, saya menerima email pemberitahuan bahwa saya login akun Google di perangkat baru dan ternyata perangkat baru saya dikenali sebagai Xiaomi Mi Mix 2S. Yang ketiga, saya beberapa kali menemukan peringatan "Android process stopping" dan sejenisnya. Saran saya sih lebih baik di flash ke ROM yang original, tapi untuk informasi, saat ini ROM untuk Mi Pad 4 hanya ada yang versi China, belum ada yang versi globalnya karena memang sampai saat ini Mi Pad 4 belum atau tidak dirilis secara global. Bagaimana cara flash ROM China-nya? Yuk kita lanjut. Tapi sebelum lanjut, langkah-langkah di bawah ini adalah langkah-langkah yang saya praktekkan saat flash Mi Pad 4 saya, jadi sebelumnya, yakinkan dulu diri anda dan selalu ingat DWYOR (Do With Your Own Risk).

Sebelum kita melakukan ritual flash, ada beberapa file yang perlu kita siapkan, yaitu:
  1. ROM China untuk Mi Pad 4, ROMnya yang fastboot ya,
  2. Mi Flash Tool untuk flash ROM nya ke Mi Pad 4,
  3. Google Installer untuk mengaktifkan Google Services ke ROM Chinanya nanti.

Link Download file yang dibutuhkan:
1. ROM China MIUI 10 v10.2.1.0 [link thread] - sebisa mungkin di translate ya websitenya, kecuali sudah ahli bahasa china. Pilih ROM untuk Mi Pad 4, mau yang stable atau developer terserah, tapi kalo saya pakai yang stable.
ROM untuk Mi Pad 4
2. Mi Flash Tool [link thread] - ini Mi Flash Tool yang saya gunakan (harus login dulu sepertinya untuk download). Kalau mau yang terbaru mungkin bisa download [di sini], link-nya sama dengan link ROM, cari di bagian atas.
MiFlash Download
3. Google Installer [link thread]
Google Installer Download
Kalau sudah download semua file yang dibutuhkan, kita lanjut ke langkah berikutnya, tahap pertama yaitu Flash ROM:


1. Extract file ROM China yang kita download tadi. Extract-nya dua kali ya sampai kita dapat folder yang berisi file-file bahan flash seperti di bawah ini. Saran saya sih gunakan aplikasi 7-zip buat ekstraknya.
folder ROM China

2. Install Mi Flash Tool ke PC/Notebook kita sebagaimana kita install aplikasi *.exe seperti biasa. Setelah Mi Flash Tool terinstall, aplikasi tersebut akan bernama "XiaomiFlash" di PC/Notebook kita (setidaknya di tempat saya), buka aplikasi XiaomiFlash tersebut, biarkan terlebih dahulu.

XiaomiFlash



3. Selanjutnya masuk terlebih dahulu ke folder ROM yang kita extract tadi dan copy alamat folder dengan cara klik kanan di address bar dan pilih "copy address as text".

Copy Adress
4. Kita balik lagi ke aplikasi XiaomiFlash dan paste alamat ROM yang kita copy tadi ke address bar di samping tombol "select".
Paste address
5. Sekarang kita ke Mi Pad 4 nya, pastikan Mi Pad 4 kita sudah unlocked bootloadernya, bisa kita lihat ketika kita menghidupkan Mi Pad 4 kita, akan muncul tulisan "unlocked" di bagian bawah layar saat booting.
Unlocked
6. Kalau sudah pasti, matikan lagi Mi Pad 4-nya dan selanjutnya tekan tombol "Volume Down + Power" secara bersamaan sampai muncul Fastboot Mode di layar.
Fastboot
7. Setelah masuk Fastboot Mode, sambungkan Mi Pad 4 dengan PC/Notebook (saya baca-baca, kalau bisa pake port USB 2.0).

8. Setelah tersambung biasanya Windows akan melakukan install driver terlebih dahulu secara otomatis.

9. Setelah driver terinstall, kembali lagi ke aplikasi Xiaomi Flash dan klik menu "refresh". Kalau prosesnya benar, maka Mi Pad 4 akan dikenali dan muncul seperti gambar di bawah ini. Sebelum klik "flash" pastikan pilihan dipojok kanan bawah adalah "clean all", jangan "clean all and lock" kecuali kalo emang bootloadernya mau dilock lagi.
Detect Mi Pad 4
10. Selanjutnya tinggal klik menu "flash" dan tunggu prosesnya sampai selesai dan informasi status di aplikasi XiaomiFlash berubah menjadi "flash done". 

flash done

11. Selesai, tinggal cabut kabel selanjutnya hidupkan Mi Pad 4 anda dan nikmati ROM original untuk Mi Pad 4 anda. 


Catatan :
Apabila sebelum flash ke ROM China kita sudah pernah login ke akun Mi di Mi Pad 4, pas pertama kali dihidupin akan muncul peringatan yang sepertinya meminta kita untuk login ke akun Mi yang sebelumnya kita pernah login (gak mudeng, bahasa china soalnya) nanti tinggal pilih aja yg ada kata-kata wifi (saya agak lupa seperti apa, soalnya gak sempet screenshot atau ngerekam). Tinggal sambungkan ke Wifi dan login ke akun Mi kita.

Eits, tapi belum selesai. Karena yang kita install adalah ROM China, jadi tidak ada Google Services di dalamnya. Kita ke tahap selanjutnya, yaitu install Google Services:
  1. Copy file APK Google Installer yang kita download tadi ke Mi Pad 4 (extract terlebih dahulu apabila file yang kita download masih format zip)
  2. Install Google Installer ke Mi Pad 4, untuk pertama kali biasanya akan muncul request permission untuk install aplikasi dari luar, tinggal klik setting dan berikan permission saja.
  3. Setelah install, buka aplikasi Google Installer dan tap lingkaran berwarna biru yang muncul di bagian tengah bawah layar.
  4. Tinggal tunggu dan ikuti saja prosesnya sampai selesai (dalam prosesnya nanti akan muncul perintah untuk install aplikasi-aplikasi Google, tinggal install aja dan tap "done" kalau sudah selesai install satu aplikasi)
  5. Setelah selesai, kita tinggal login ke akun Google kita dan kita bisa menikmati Google Services di Mi Pad 4 kita.
Semua proses sudah selesai dan kita bisa menikmati Mi Pad 4 dengan ROM original dan Google Services. Untuk finishing tinggal kita uninstall saja aplikasi-aplikasi berbahasa China yang tidak kita butuhkan, tapi kalau butuh ya dibiarkan saja tidak apa-apa.

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Ketika sebuah smartphone di luncurkan, sebagian besar orang pasti akan excited dan seolah-olah ingin memiliki smartphone tersebut, terlebih lagi kalau smartphone yang diluncurkan tersebut memiliki spesifikasi yang bagus dengan harga yang sangat "value deal". Begitu pun dengan saya, tak jarang juga saya tergoda ketika ada smartphone yang baru diluncurkan dengan spesifikasi yang bagus. Namun biasanya keinginan itu akan dengan cepat menghilang ketika tahu ukuran layar atau smartphone-nya. Ya, itulah saya. Ukuran sebuah smartphone menjadi hal penting buat saya, bahkan mungkin lebih penting dari spesifikasi itu sendiri. 

Dari zaman pertama kali saya mengenal smartphone sampai dengan sebelum munculnya smartphone dengan rasio layar 18:9 serta kawan-kawannya, ukuran smartphone paling besar yang pernah saya jadikan daily driver adalah Nexus 5X dengan layar 5,2 inch. Mungkin ada yang bilang, "kalau sudah pakai (smartphone dengan ukuran besar) nanti juga akan terbiasa kok". Well, mungkin bisa benar dan bisa juga salah. Pertama kali menggunakan smartphone, waktu itu saya pakai Galaxy 5 yang ukuran layarnya 2,8 inch. Setelah itu, mulai muncul smartphone dengan ukuran layar 3 inch, 4 inch, 4.5 inch, dan 5 inch. Ketika muncul smartphone dengan ukuran 4 inch, awalnya saya kira itu sudah terlalu besar, sampai akhirnya saya coba dan mulai terbiasa. Begitu pula ketika dari 4 inch ke 4.5 inch dan dari 4.5 inch ke 5 inch. 

Ketika muncul smartphone dengan layar 5.5 inch, saya pun juga mencobanya. Kalau tidak salah ingat, smartphone yang saya coba waktu itu adalah Xiaomi Redmi Note dan setelah saya mencobanya saya rasa sudah mencapai batasnya. Saya merasa smartphone dengan ukuran layar 5 inch adalah yang paling ideal buat saya. Mungkin ada beberapa hal yang membuat saya merasa smartphone dengan ukuran layar 5.5 inch itu terlalu besar. Pertama, tangan saya tergolong cukup kecil dan saya lebih suka menggunakan smartphone dengan satu tangan sehingga smartphone dengan layar 5.5 inch terlalu besar buat saya. Kedua, ketika bepergian, saya jarang bawa tas dan lebih suka mengantongi smartphone dan saya merasa smartphone dengan layar 5 inch lebih pas buat masuk kantong saya. Kalo smartphone dengan layar 5.5 inch ketika dikantongi, apalagi di kantong celana model jeans atau chino, istilah jawanya jadi "njebubug ndek sak". 

Sejak saat itulah saya selalu mencari smartphone dengan ukuran layar 5 inch, atau range yang masih saya terima, yaitu 5.1 atau 5.2 inch. Namun sejak itu pula vendor-vendor mulai jarang meluncurkan smartphone ukuran compact dengan spesifikasi yang menggoda dan harga yang bersahabat dengan kemampuan dompet saya kala itu. Di smartphone-smartphone kelas menengah ke bawah, layar 5.5 inch sepertinya menjadi standar baru waktu itu, beberapa vendor ada sih yang masih mengeluarkan smartphone dengan ukuran layar di bawah 5 inch, namun dengan spesifikasi yang disunat dan menjadi tidak menarik lagi. 

Setelah itu muncullah tren baru di dunia smartphone, layar ber "notch" dan rasio layar 18:9 beserta sekutunya. Tren baru tersebut sedikit mengubah preferensi saya terhadap ukuran layar yang bisa saya terima, namun tidak dengan ukuran smartphonenya. Di tren yang baru ini ukuran layar yang masih acceptable buat saya itu ada di kisaran 5.6 sampai 5.8 inch, yang ukuran smartphonenya hampir mirip dengan smartphone dengan layar 5.1 sampai 5.2 inch di rasio layar 16:9. Maka dari itu saya biasanya gak terlalu excited ketika vendor-vendor meluncurkan smartphone akhir-akhir ini. Karena vendor-vendor smartphone tetap jarang mengeluarkan smartphone dengan spesifikasi yang menggoda di ukuran layar 5.6 sampai 5.8 inch, kebanyakan pasti di atas 6 inch dan memang sepertinya demandnya juga lebih tinggi sih untuk saat ini. 

Dan ngomong-ngomong smartphone yang saya pakai, smartphone yang menurut saya cukup memenuhi ekspektasi saya adalah Nokia 6.1 Plus. Layar 5.8 inch, body compact, Android One, Snapdragon 636 yang masih oke di 2019 ini, harganya juga gak terlalu mahal, pas banget lah pokoknya. Tapi sayangnya, daily driver saya sebelum Nokia 6.1 Plus adalah Oneplus 6 (Lah, kok Oneplus 6? Bukannya itu layarnya 6.28 inch?). Mengapa Oneplus 6, yang notabene punya layar 6.28 inch, sebenarnya ada alasan yang membuat saya "terpaksa" memakai Oneplus 6 sebagai daily driver. Entah bug atau saya apes mendapatkan unit yang punya kelainan hardware, jadi Oneplus 6 saya punya dua masalah sebenarnya tidak sering muncul namun cukup mengganggu kalau muncul. Masalahnya apa, saya akan coba jelaskan di postingan terpisah. Jadi, intinya mau nggak mau saya harus pakai Oneplus 6 ini karena kalau saya jual, saya kasihan saja sama yang beli nanti. Sebenarnya toko tempat saya beli bisa bantu klaim garansi gratis, tapi katanya butuh waktu paling cepat 3 bulan, jadi itu akan jadi opsi terakhir nanti kalau memang masalahnya sudah benar-benar serius. 

Nah, karena sebelumnya pakai Oneplus 6, waktu pakai Nokia 6.1 Plus kok jadi kayak gimana gitu. Kerasa banget bedanya, khususnya dari sisi performa. Buka tutup aplikasi, transisi antar menu sampai performa saat gaming jadi kerasa banget penurunannya. 

Dan pas launching Samsung Galaxy S10 kemarin, ada Galaxy S10e yang cukup menggoda. Performa sama dengan saudara-saudaranya tapi dengan ukuran layar 5.8 inch. Perbedaan yang cukup terlihat dari saudaranya mungkin hanya di sektor kamera dan baterai, dan itu bukan deal breaker buat saya. Terlebih lagi ukuran panjangnya lebih kecil 5 mm dari Nokia 6.1 Plus. Perbedaan ukuran 5 sampai 10 mm di tabel spesifikasi ini awalnya saya rasa gak terlalu signifikan, tapi pas pemakaian ternyata perbedaan tersebut cukup berpengaruh pada kenyamanan dalam penggunaan sehari-hari berdasarkan pengalaman saya mencoba beberapa smartphone. So, I'm excited dan gak sabar nunggu si Galaxy S10e ini datang ke rumah (Alhamdulillah, sekarang ada lah rezeki kalo ingin mencicipi flagship). Apalagi dapet cashback satu juta plus bonus Galaxy Buds yang kemungkinan besar akan saya jual lagi, hehe. Semoga saja saya juga bisa membagikan pengalaman saya menggunakan Samsung Galaxy S10e nantinya. Apakah akan sesuai ekspektasi saya dan mengakhiri pencarian saya selama ini? Kita akan lihat nanti.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Sebenarnya smartphone ini sudah menyita perhatian saya sejak pertama kali smartphone diluncurkan, khususnya untuk yang versi pro. Namun sayang, untuk yang versi pro sendiri harganya belum terjangkau oleh dompet saya. Hingga akhirnya sang adiknya, Zuk Z2 pun diluncurkan. Smartphone dengan processor Snapdragon 820, RAM 4GB, dan ROM 64GB termurah yang saya temui di pasaran. Tapi hal tersebut juga tidak serta merta membuat saya langsung membelinya, saya menunggu dulu hingga harganya bersahabat dengan kantong saya. Dan akhirnya saya mendapatkan harga $189,9 saja atau sekitar 2,5 jutaan untuk menebus smartphone ber-processor Snapdragon 820 ini. Yah meskipun harga yang murah tersebut harus ditebus dengan waktu menunggu yang cukup lama, tapi itu tidak masalah. Apalagi saya hanya mengeluarkan uang $189,9 saja tanpa membayar pajak lagi, mungkin pihak Bea dan Cukainya sedang sibuk di akhir tahun. Langsung saja mari kita ke review dari Zuk Z2 ini.

Pertama kali memegang smartphone ini membuat saya jadi teringat pada dua smartphone yang sebelumnya pernah saya coba, yaitu Oneplus X dan ZTE Blade S7. Hanya saja feels ketika memegang Zuk Z2 ini sedikit lebih nyaman dibandingkan ZTE Blade S7 yang mempunyai sudut tajam di sisi-sisinya, tetapi masih kalah nyaman dibandingkan Oneplus X. Yang sama dari desain ketiganya yaitu balutan kaca yang menutupi bagian depan dan belakangnya. Bahan kaca ini tentu membuatnya tampil menawan namun sedikit licin ketika dipegang. Meskipun rawan terjatuh, jangan khawatir, pihak ZUK mengklaim kaca ZUK Z2 ini sudah memiliki perlindungan Corning Gorilla Glass 4. Gorilla Glass 4-nya seharusnya juga membuatnya aman dari goresan benda-benda yang biasa ada di saku kita seperti kunci atau uang logam. Selain itu ZUK Z2 ini tampil sederhana dengan balutan warna hitam di seluruh bodinya, hanya logo ZUK saja yang sedikit stand out dengan balutan warna silver untuk menunjukkan identitasnya. Dan entah kenapa saya selalu suka dengan garis desain seperti ini, seperti saya menyukai desain Nexus 5X yang juga tampil kalem dengan balutan warna hitamnya.

 

 

 


Tetapi siapa sangka, dibalik kesederhanaannya itu tersembunyi sebuah potensi yang cukup besar. Tidak tanggung-tanggung, meski hanya dibanderol sekitar $185 - $200, Zuk Z2 diotaki oleh processor "flagship" tahun 2016, yaitu Qualcomm Snapdragon 820. Smartphone termurah dengan processor Snapdragon 820 yang saya temui di pasaran dibandingkan dengan smartphone lain dengan spesifikasi yang setara.

Potensi selanjutnya dari Zuk Z2 ini bernama U-Touch. Tombol home pintar yang tersemat di bagian bawah depan smartphone ini yang memiliki berbagai fungsi. Selain berfungsi sebagai fingerprint scanner, tombol home dan back seperti mTouchnya Meizu, tombol tersebut memiliki fungsi yang lain, seperti “slide left or right” untuk berpindah aplikasi yang ada pada histori aplikasi. Selanjutnya ada "press home twice”, “long press home”, dan “long touch home” yang fungsinya dapat dikustomisasi sesuai kehendak kita seperti untuk menampilkan histori aplikasi, mematikan layar, membuka bilah notifikasi, bahkan untuk membuka salah satu aplikasi yang kita inginkan.

 

Selanjutnya masuk ke User Interface, Zuk Z2 ini membawa UI besutan Zuk sendiri bernama ZUI, tidak seperti kakaknya Zuk Z1 yang menggandeng CyanogenMod. ZUI ini menurut saya adalah UI yang simple dan intuitif. Sebagaimana UI-UI smartphone besutan Tiongkok, ZUI tampil tanpa App Drawer. Semua shortcut aplikasi ditampilkan di homescreen. Kemudian ketika kita melakukan swipe ke bawah pada status bar, yang muncul hanyalah bilah notifikasi saja, sedangkan untuk menampilkan toggles quick setting seperti untuk menghidupkan wifi, bluetooth, dll, dilakukan dengan melakukan swipe ke atas dari bawah layar. ZUI juga membawa aplikasi bernama U-Health yang bisa kita akses di bagian paling kiri homescreen. Aplikasi ini dapat menghitung jumlah langkah kita, bahkan bisa untuk menghitung detak jantung kita. Meskipun hasil penghitungannya mungkin tidak seakurat wearable devices seperti smartwatch atau smartband karena untuk menghitung detak jantung hanya menggunakan kamera, bukan sensor sensor detak jantung.

 

Namun, ada satu catatan penting yang perlu diperhatikan bagi pengguna awam yang ingin meminang smartphone ini. Hal tersebut adalah Zuk Z2 datang dengan ROM abal-abal, kecuali jika kita membeli dari website Zuknya langsung. Dan ROM abal-abal ini kabarnya ditungganggi malware yang cukup berbahaya, sehingga setelah menerima Zuk Z2 ini sebaiknya langsung di-flash menggunakan ROM aslinya. Tutorial flashing-nya bisa dilihat di forum zukfans.eu atau klik link ini.

Spesifikasi lain dari smartphone ini adalah ZUK Z2 membawa layar seluas 5 inch dengan resolusi Full HD 1920x1080. Warnanya yang dihasilkan oleh layarnya cenderung natural, tetapi kita bisa mengubahnya di pengaturan jika dirasa tone warna yang dihasilkan tidak sesuai selera. Kemudian Zuk Z2 ini juga mendukung semua jaringan di Indonesia, bahkan terdapat dukungan CDMA. Selain itu, seperti pada Asus Zenfone 3, ketika salah satu Sim Card beroperasi pada jaringan 4G, satu Sim Card lainnya dapat beroperasi pada jaringan 3G, tidak hanya 2G saja. Apa keuntungannya? temen-temen bisa dibaca di blog om Herry SW di Ponselmu.com

Selanjutnya, dengan spesifikasi kelas flagship, yaitu processor Snapdragon 820, GPU Adreno 530, RAM 4GB dan ROM 64GB, performa Zuk Z2 sudah tidak diragukan lagi. Buka tutup aplikasi, berpindah antar aplikasi, multitasking. Semua dilakukan tanpa ada gangguan yang berarti, smooth bianget. Untuk bermain game mulai dari game ringan sampai game berat sekalipun, semuaya dibabat habis.  Hanya saja, setelah digunakan untuk bermain game beberapa menit atau jika ada penggunaan data yang cukup intens, bagian belakang Zuk Z2 ini akan terasa hangat, meskipun masih dalam batas wajar.

 

 

Lanjut ke sensor, sensor yang disematkan ke dalam ZUK Z2 ini bisa dibilang cukup lengkap, hanya minus temperature dan pressure sensor. Untuk sensor sidik jarinya sendiri bisa dibilang lumayan cepat dan akurat. Ohya, sensor sidik jari ZUK Z2 ini always on, jadi tinggal ditowel saja sudah aktif. Tidak perlu menekan tombolnya terlebih dahulu untuk menghidupkan layar seperti kebanyakan smartphone dengan sensor sidik jari di depan.

 

 

Masuk ke sektor baterai, baterai 3500mAh yang dibawanya memiliki daya tahan yang baik. Dengan pemakaian ala saya yang cukup intens membuka media sosial, browsing, dan nonton video di youtube, baterai Zuk Z2 bisa bertahan lebih dari 24 jam dengan screen on time sekitar 4-5 jam. Pengisian baterainya juga tergolong cepat, dari 10% ke 100% hanya membutuhkan waktu kurang lebih 1,5 jam.

 

Terakhir adalah kamera, Zuk Z2 dibekali kamera belakang 13MP. Hasil dari kameranya sudah cukup bagus untuk kondisi pencahayaan yang melimpah. Tapi semuanya berubah ketika cahaya mulai berkurang, di kondisi lowlights kita akan menemukan banyak sekali noise yang muncul di hasil foto. Hal ini mungkin dikarenakan boost ISO yang sepertinya terlalu tinggi untuk mendapatkan hasil gambar yang terang pada kondisi kekurangan cahaya. Ketiadaan mode manual juga membuat satu-satunya cara untuk mengurangi sedikit noise yang muncul adalah dengan mengaktifkan mode HDR. Untuk kamera depannya sudah cukuplah untuk sekedar selfie dan share ke media sosial. Selanjutnya, Zuk mengklaim bahwa kamera ZUK Z2 mampu merekam video slowmotion 920fps, namun sepertinya hal tersebut hanya gimmick saja, karena hasil videonya menurut saya masih jauh dari harapan. Semoga ke depan ada update software dari pihak ZUK untuk memperbaiki performa kamera. Untuk hasil kamera dan video temen-temen bisa melihat video reviewnya yang saya upload di channel youtube saya. 

Berikut ini adalah rangkuman plus dan minus dari ZUK Z2 ini.

Kelebihan :
1. Harga yang paling murah dibandingkan para pesaingnya yang memiliki spesifikasi yang setara.
2. Spesifikasi kelas flagship membuat performa multitasking dan gamingnya sangat mumpuni.
3. Fitur U-Touch yang memiliki fungsi beragam.
4. Sensor fingerprint yang tinggal disentuh saja, tidak perlu menekannya terlebih dahulu.
5. Daya tahan baterai yang cukup baik.
6. Sim kedua bisa menggunakan jaringan 3G meskipun tidak dijadikan sebagai sim utama.

Kelemahan :
1. Datang dengan ROM abal-abal sehingga harus mengerti dan paham tentang flashing.
2. Performa kamera yang biasa saja untuk ukuran spesifikasi flagship, sangat lemah di lowlight dan klaim slowmotion 960fps nya hanya gimmick.
3. Bahan kacanya yang licin dan mudah meninggalkan bekas sidik jari,
4. Body perangkat yang lumayan tebal.
5. Belum tersedia ROM global untuk ZUI.

Kesimpulan :
Dengan hadirnya ROM abal-abal, hal ini membuat Zuk Z2 tidak cocok bagi temen-temen yang ingin membeli smartphone yang tinggal pakai. Kemudian yang kedua, apakah temen-temen sangat mementingkan performa kamera? Jika iya, maka Zuk Z2 sepertinya bukan pilihan yang tepat, karena performa kamera Zuk Z2 biasa saja, bahkan cenderung sangat lemah pada kondisi lowlight. Tapi selain dua faktor tersebut, saya rasa Zuk Z2 sangat layak untuk dimiliki. Apalagi bagi temen-temen yang menginginkan smartphone dengan performa multitasking dan gaming yang sangat mumpuni dengan harga yang murah. Nilai yang diberikan Zuk Z2 menurut saya sudah melebihi dari apa yang kita bayarkan. Kalo kata orang Kulon Progo, worth every penny lah pokoke. Dan saya rasa Zuk Z2 ini masih bisa bertahan hingga 1-2 tahun ke depan seperti smartphone dengan processor Snapdragon 801 yang masih cukup mumpuni sampai saat ini. Tapi ini perasaan saya saja loh ya, bisa saja salah.
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments
Older Posts

About me

About Me

Gadget Enthusiast yang selalu senang mencoba hal-hal baru yang berbau teknologi dan selalu ingin sharing pengalaman mencoba hal-hal baru tersebut, namun ada sedikit kendala yang menghambatnya, yaitu MALAS :D

Follow Us

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Google+
  • pinterest
  • youtube

Popular Posts

  • Pengalaman Membeli HP dari Luar Negeri (Aliexpress) – Part 2 (Update 2019)
  • Pengalaman Membeli HP dari Luar Negeri (Aliexpress) – Part 1
  • [Review] Meizu M3S : Kolaborasi Yang Pas

Categories

  • Article (1)
  • News (2)
  • Review (6)
  • Tips (7)

Blog Archive

  • April 2019 (1)
  • March 2019 (3)
  • February 2017 (1)
  • December 2016 (1)
  • November 2016 (2)
  • October 2016 (1)
  • August 2016 (8)

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates | Used by TeknoDAB